Desember muda
Suatu sore di atap sebuah gedung pencakar langit. Seorang perempuan dengan wajah ceria berjalan mencari tempat duduk kosong sambil sesekali tangan kanannya memainkan rambutnya yang terbawa angin. Ia menunjuk ke arah kursi yang terletak di ujung dan jauh dari keramaian. Sang pria berjalan dengan langkah mengikuti sambil sesekali tersenyum memperhatikan tingkah si perempuan. Si perempuan menghempaskan tubuhnya dengan tergesa-gesa. Tangan kanannya sibuk mencari barang dari dalam tasnya. Dengan cepat ia mengeluarkan tangan kanannya dari dalam tas dan keluarlah dompet, kamera dan telepon genggam miliknya. Saat sang pria duduk dan menghempaskan tubuhnya di kursi, pelayan pun datang dan memberikan menu. Si perempuan memberi tanda pada makanan dan minuman yang ingin dinikmati. Setelah itu ia sibuk berceloteh dengan ceria. Sang pria hanya tersenyum dan menyimak dengan seksama setiap kata yang keluar dari bibir si perempuan. Si perempuan bercerita tentang banyak hal dan sang pria sangat antusias menanggapinya. Mereka mengambil beberapa gambar menggunakan kamera digital milik si perempuan.
Terlihat dengan sangat jelas mereka saling mengagumi satu dengan yang lainnya. Mata sang pria tak henti-hentinya berbinar-binar mengagumi sang perempuan. Jika sang pria terang-terangan mengatakan melalui pandangan matanya bahwa ia mengagumi sang perempuan, berbeda dengan si perempuan. Ia hanya sesekali memberikan sinyal dan mengatakan dengan bahasa tubuhnya bahwa ia mengagumi si pria, itupun dengan sikap malu-malu.
Kini suasana berbalik. Sang pria asik melontarkan lelucon dan si perempuan tertawa tergelak. Saat pelayan datang membawakan makanan, sang pria bergegas pergi meninggalkan si perempuan. Sepertinya ia pergi ke arah toilet.Saat sang pria pergi, si perempuan asik menikmati pemandangan Jakarta saat senja. Tak henti-hentinya tangannya mengambil gambar menggunakan kamera digital berwarna silver miliknya. Ia tersenyum sendiri melihat hasil jepretannya. Ia amat menyukai senja. Saat di mana matahari mulai tenggelam dan gedung-gedung pencakar langit mulai menggunakan lampu-lampu dan ikut menghiasi suasana langit Jakarta. Ditambah lagi jalanan kota Jakarta yang mulai dipenuhi lampu kendaraan. Saat si perempuan sibuk dengan kamera digitalnya sang pria datang dari belakang dengan langkah berjingkat-jingkat membawa sebuah kotak berisi blackforest dan di atasnya sebatang lilin menyala. Sang pria menyanyikan “Happy Birthday” dengan suara terbata-bata dan malu-malu. Si perempuan hanya tersenyum dan ekspresi wajahnya saat itu sangat sulit untuk dijelaskan. Mukanya merah seperti tomat. Sang pria menyelesaikan lagu Happy Birthday dan meminta si perempuan meniupkan lilin sambil mengucapkan satu permintaan dalam hati. Si perempuan memejamkan mata dan meniup lilin. Sang pria meletakkan blackforest dan mengambil lilin dari kotak tersebut. Memberi isyarat kepada si perempuan untuk memotong blackforest. Si perempuan tak mengeluarkan satu kata pun. Sang pria terlihat salah tingkah. Tiba-tiba si perempuan meneteskan air mata dan sang pria terlihat bingung. Ia meminta maaf berkali-kali namun si perempuan hanya menangis tanpa menjawab atau pun menggubris permintaan maaf dari sang pria. Sang pria akhirnya diam dan mengeluarkan handuk dari tasnya dan menghapus air mata dari pipi si perempuan. Ia juga mengusap dengan lembut kepalanya. Tiba-tiba si perempuan tersenyum dan matanya berbinar-binar. Ia mengucapkan.. “Makasih ya?” masih dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Sang pria hanya tertunduk dan kali ini ia bingung harus bagaimana. Ia take mngerti harus berbuat apa. Bahasa tubuhnya mengatakan ia malu sekaligus takut. Si perempuan tiba-tiba memegang pelan tangan sang pria dan mengucapkan “Makasih banyak ya..Aku seneng banget..” Sang pria berdiri mengangkat wajah dan mengelus pelan kepala si perempuan. Ia bangkit berdiri dan menghapus air mata si perempuan. Sambil membelai mesra pipinya. Sang pria tak mengucapkan sepatah katapun, ia hanya tersenyum tanpa henti dan matanya kini kembali memancarkan binar-binar yang tadi sempat hilang.
Ternyata alasannya menangis adalah karena ia begitu bahagia sampai tak bisa mengucapkan sepatah kata pun ucap sang pria dalam hati. Sepertinya sang pria mulai mengerti perasaan dan bahasa tubuh sang perempuan seiring berjalannya waktu. Walaupun usia perkenalan dan kedekatan mereka memang belum berlangsung lama. Baru sekitar tiga bulan. Namun memahami dan mengenali si perempuan bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Si perempuan sangat supel dan terbuka. Begitu juga dengan sang pria. Ia mempercayai si perempuan dan tak jarang mereka berbagi tentang masalah pribadi satu sama lain. Mereka seperti sudah pernah bertemu sebelumnya namun selalu ada hal baru yang harus dipelajari dan menjadi kejutan di setiap harinya. Membuat kedekatan di antara mereka menjadi berwarna dan terlalu manis untuk dilewatkan begitu saja.
Sekitar pukul 17.25 warna langit Jakarta tak lagi jingga. Sang pria dan wanita menceritakan banyak hal. Mereka saling melemparkan senyum satu sama lain. Sang pria mengambil gambar kedekatan mereka berdua. Tapi gambar yang diambil begitu alami. Tak terlalu berlebihan. Saat mereka asik menikmati senja, tiba-tiba sang pria memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu.” Ini saat yang tepat” ucap sang pria dalam hati.
“Ren, aku mau ngomong sesuatu..” sang pria mengatakan dengan muka serius
“Ngomong apa ya?” jawab si perempuan dengan ekspresi datar
“Kita udah deket, udah kenal, dan aku ngerasa nyaman deket sama kamu.”
“Trus??” si perempuan terlihat mulai kurang nyaman dan membuang muka ke arah lain
Sang pria terdiam dan mulai bimbang. Tak tahu lagi harus berbicara apa. “Apa pun yang terjadi, aku harus mengatakan semuanya. Apa pun jawabannya.” Ucapnya dengan yakin dalam hati
“A..aku.. suka sama kamu.. Aku saa..yaang..kamu..Kamu mau jadi pacar aku?” sang pria menatap ke arah si perempuan berharap si perempuan mau menatapnya balik.
Si perempuan hanya diam dan matanya tak juga melihat ke arah sang pria. Ia hanya menunjukkan ekspresi datar dan tak bisa ditebak.
“Apa pun jawaban kamu, aku terima. Aku ga maksa kamu buat bilang iya..”
Si perempuan terdiam.. masih dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan.
Akhirnya mereka sama-sama diam. Sang pria menanti dengan sabar dan matanya tak juga berpaling ke arah lain, masih menatap si perempuan dengan was-was.
“Aku ga bisa bohong kalo aku juga nyaman deket kamu, tapi kamu tahu posisi aku saat ini. Kamu tahu aku siapa dan aku juga tahu kamu siapa. Kita sama-sama diliat orang, maksudku jadi sasaran empuk untuk perbincangan orang-orang. Bukannya aku menyalahkan keadaan dan latar belakang kita, namun untuk sesuatu seperti ini, harus dipikirkan baik-baik. Selain itu masa lalu kita sama-sama ga enak dan percaya ga percaya aku masih takut untuk memulai sesuatu seperti ini..” kata-kata yang keluar dari bibirnya begitu mantap dan mengalir dengan deras.
“Iya..aku tahu..tahu banget. Kita udah pernah ngomongin soal masa lalu kita. Tapi soal masa lalu, menurut aku lebih baik kita jadiin pelajaran aja. Trus soal latar belakang kita masing-masing, itu udah aku pikirin juga. Aku udah mikirin jauh soal itu. Sasaran empuk buat diomongin orang-orang? Itu wajar..kita sama-sama orang penting.. Tapi yang paling penting bagaimana kita melewati dan menghadapinya. Terserah orang mau bilang apa, yang tahu tentang kita ya Cuma kita dan Tuhan. Tapi apa pun jawaban kamu, aku ga maksa. Aku terima..”
“Kalo aku bilang ga bisa..kamu tetep baik sama aku? Kamu tetep mau jadi temen aku? Kamu tetep mau dengerin cerita aku? Kita tetep bisa share kayak kemaren-kemaren?” ucap perempuan dengan antusias
“Apa pun jawaban kamu, ga akan bikin aku berubah. Sikap aku bakal tetep ke kamu. Tetep sms kamu tiap pagi,siang sore dan malem. Kapan pun kamu mau share aku ada.” Sang pria mengucapkannya dengan mantap
Terdengar gombal namun sang pria mengatakannya dengan tulus dan bersungguh-sungguh.
“Maaf..maaf banget..tapi kayaknya aku ga bisa deh... Aku yang salah..selama ini..aku ngasih harapan dan sinyal positif ke kamu.. Tapi sekarang malah aku begini.. Aku jahat ya?” si perempuan mengucapkan dengan perasaan bersalah.
“No.. kamu ga salah.. Itu hak kamu.. Aku Cuma ngungkapin perasaan aku.. Berharap kamu juga punya perasaan yang sama kayak aku. Tapi kayak yang aku bilang di awal tadi, apa pun jawaban kamu, aku terima. Aku janji ga akan jauhin kamu.”
“Iya..aku ga bisa.. Maaf yah..”
“Iya..ga papa.. eh udah mau jam 6 nih. Kamu ada kelas kan ntar lagi? Aku anter kamu ke kampus ya? Trus aku pulang? Boleh?”
“Masih 15 menit lagi kok. Kenapa buru-buru mau pulang? Bete sama aku kan?
“No.. ga bete.. Cuma takut kamu telat.. Itu aja kok.. Aku mikirin kamunya.. kalo aku mah santai..”
“Tapi aku belum selesai ngomong..”
“Oh..iya.. maaf maaf. Mau ngomong apa?”
“Janji tetep temenan ya? Aku ga mau kamu berubah...” mengacungkan jari kelingking dan mengaitkannya ke tangan sang pria
“Iya janji..” mencoba tersenyum dengan raut muka yang sulit dijelaskan
“Gini..aku belum selesai ngomong De.. daritadi kamu langsung bilang ga pa-pa ga pa-pa aja..”
“Ha..? belum selesai.. aku kira udah.. Ya udah.. mau nomong apa?”
“Aku..bilang ga bisa..”
“Iya.. ga pa-pa..Aku udah tahu kok..” mencoba tersenyum
“Aku belum selesai...”
“Oh..okok..Maaf..Lanjutin..’
“Aku..juga nyaman deket kamu..aku suka kamu...aku mulai ada feel sama kamu..Tapi maaf..aku ga bisa..ga bisa..nolak...Aku ga bisa nolak buat jadi pacar kamu...”
“Ha..? Maksud kamu apa? Jangan bercanda ya.. Pliss.. Apa pun jawaban kamu ga papa. Jangan dipaksain..”
“No..i’m not kidding De.. Aku beneran.. Aku mau jadi pacar kamu.. dan aku ga ngerasa kepaksa..”
“Haa?? Jadi..kamu nerima aku?? Serius?? Beneran?? Ga bohong??”
“Iya... ga bohong..beneran.. tadi aku Cuma ngerjain kamu aja.. Maaf ya.. Biar seru...”
“Ahhaa..dasar kamu nakal...” sang pria mencubit pelan hidung si perempuan.. “Berarti sekarang kita jadian ya? Kamu jadi pacar aku?”
“Maunya gimana?”
“Ya iyalah....”
Sang pria tersenyum hangat dan matanya masih berbinar-binar menatap ke arah perempuan. Si perempuan menatap sang pria dengan tatapan tulus. Mereka melihat perjalanan hidup masih begitu panjang untuk ditempuh dan dijalani. Namun selama tangan tetap bergandengan, rasa menyayangi tetap menyelimuti, kesetiaan dijunjung tinggi, berjanji mewujudkan dan membangun mimpi bersama-sama, semua akan terasa lebih mudah dilewati...
Mereka meninggalkan tempat itu sambil bergandengan untuk yang pertama kali. Menikmati langit Jakarta dan temaram lampu yang menghiasi pemandangan kota. Sang pria membelai lembut kepala si perempuan sambil sesekali mencubit mesra pipinya.
Tetap berdoa dan serahkan semuanya pada yang Maha Kuasa. Percaya Ia telah siapkan sesuatu yang Indah untuk masa depanmu. Jangan lupa menjaga anugerah yang telah Ia berikan. Masa lalu jadikan sebagai pelajaran berharga dan tetap menatap ke depan, karena kita hidup untuk menata masa depan bukan menyesali masa lalu...
Selamat menjalani kehidupan dan menikmati setiap proses...
Jakarta, 2 Maret 2011